1. PRAGMATISME
Pragmatisme adalah suatu aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang
benar adalah semua yang membuktikan dirinya
benar dengan melihat kepada akibat yang ditimbulkan. Dengan demikian, bukan
kebenaran objektif dari pengetahuanlah yang paling penting, tetapi bagaimana
kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu tersebut.
Jadi dasar pragmatisme yaitu logika pengamatan, di mana apa yang diperlihatkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah satu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah.
2. VITALISME
Vitalisme adalah suatu doktrin yang menyatakan bahwa
kehidupan terletak di luar dunia materi dan karenanya kedua konsep ini,
kehidupan dan materi, tidak bisa saling mengintervensi. Dimana doktrin ini
menghadirkan suatu konsep energi, elan vital, yang menyokong suatu kehidupan
dan energi ini bisa disamakan dengan keberadaan suatu jiwa.
Pada awal perkembangan filosofi
di dunia medis, konsep energi ini begitu kental sehingga seseorang dinyatakan
sakit karena adanya ketidakseimbangan dalam energi vitalnya. Dalam kebudayaan
barat, yang dikaitkan dengan Hippocrates, energi vital ini diwakilkan dengan
humours, dan dalam budaya timur diwakilkan oleh IQ maupun prana.
3. FENOMENOLOGI
Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang
mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena. Ilmu fenomonologi dalam filsafat
biasa dihubungkan dengan ilmu hermeneutik, yaitu ilmu yang mempelajari arti
daripada fenomena ini.
Istilah ini pertama kali
diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert (1728 - 1777), seorang filsuf
Jerman. Dalam bukunya Neues Organon (1764). ditulisnya tentang ilmu yang tak
nyata.
Dalam pendekatan sastra,
fenomenologi memanfaatkan pengalaman intuitif atas fenomena, sesuatu yang hadir
dalam refleksi fenomenologis, sebagai titik awal dan usaha untuk mendapatkan
fitur-hakekat dari pengalaman dan hakekat dari apa yang kita alami. G.W.F.
Hegel dan Edmund Husserl adalah dua tokoh penting dalam pengembangan pendekatan
filosofis ini.
4. EKSISTENSIALISME
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya
berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang
bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak
benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak
benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif,
dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya
benar.
Eksistensialisme adalah salah satu aliran
besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme
mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat
kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah
melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas
itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme
menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan
itu sendiri.
Dalam
studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul
Sartre, yang terkenal dengan diktumnya "human is condemned to be
free", manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah
kemudian manusia bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai
derivasi kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas?
atau "dalam istilah orde baru", apakah eksistensialisme mengenal
"kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi eksistensialis, ketika
kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari
kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain.
Namun, menjadi eksistensialis, bukan melulu
harus menjadi seorang yang lain-daripada-yang-lain, sadar bahwa keberadaan
dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi bukan
membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari
eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan
sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme.
Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi seperti
dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan
oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang
tua, atau keinginan sendiri.
Kaum
eksistensialis menyarankan kita untuk membiarkan apa pun yang akan kita kaji,
baik itu benda, perasaaan, pikiran, atau bahkan eksistensi manusia itu sendiri
untuk menampakkan dirinya pada kita. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka
diri terhadap pengalaman, dengan menerimanya, walaupun tidak sesuai dengan
filsafat, teori, atau keyakinan kita.
5. FILSAFAT ANALITIK
Filsafat analitik adalah aliran filsafat yang muncul dari kelompok filsuf yang menyebut
dirinya lingkaran Wina. Filsafat analitik lingkaran Wina itu berkembang dari
Jerman hingga ke luar, yaitu Polandia dan Inggris. Pandangan utamanya adalah
penolakan terhadap metafisika. Bagi mereka, metafisika tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Jadi filsafat analitik memang mirip dengan
filsafat sains.
Di Inggris
misalnya, gerakan Filsafat analitik ini sangat dominan dalam bidang bahasa.
Kemunculannya merupakan reaksi keras terhadap pengikut Hegel yang mengusung
idealisme total. Dari pemikirannya, filsafat analitik
merupakan pengaruh dari rasionalisme Prancis, empirisisme Inggris dan
kritisisme Kant. Selain itu berkat empirisme John Locke pada abad 17 mengenai
empirisisme, yang merupakan penyatuan antara empirisisme Francis Bacon, Thomas
Hobbes dan rasionalisme Rene Descartes. Teori Locke adalah bahwa rasio selalu
dipengaruhi atau didahului oleh pengalaman. Setelah membentuk ilmu pengetahuan,
maka akal budi menjadi pasif. Pengaruh ini kemudian merambat ke dunia filsafat
Amerika Serikat, Rusia, Prancis, Jerman dan wilayah Eropa lainnya.
Setelah era
idealisme dunia Barat yang berpuncak pada Hegel, maka George Edward Moore
(1873-1958), seorang tokoh dari Universitas Cambridge mengobarkan anti
Hegelian. Bagi Moore, filsafat Hegel tidak memiliki dasar logika, sehingga
tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akal sehat. Kemudian pengaruhnya
menggantikan Hegelian, yang sangat terkenal dengan Filsafat bahasa, filsafat
analitik atau analisis logik.
Tokoh yang
mengembangkan filsafat ini adalah Bertrand Russell dan Ludwig Wittgenstein.
Mereka mengadakan analisis bahasa untuk memulihkan penggunaan bahasa untuk
memecahkan kesalahpahaman yang dilakukan oleh filsafat terhadap logika bahasa.
Hal inilah yang ditekankan oleh Charlesworth. Penekanan lain oleh Wittgenstein
adalah makna kata atau kalimat amat ditentukan oleh penggunaan dalam bahasa,
bukan oleh logika.
6. STRUKTURALISME
Strukturalisme adalah
faham atau pandangan yang menyatakan bahwa semua masyarakat dan kebudyaan
memiliki suatu struktur yang sama dan tetap. Strukturalisme juga adalah sebuah
pembedaan secara tajam mengenai masyarakt dan ilmu kemanusiaan dari tahun 1950
hingga 1970, khususnya terjadi di Perancis.
Strukturalisme berasal dari bahasa Inggris,
structuralism; latin struere (membangun), structura berarti bentuk bangunan.
Trend metodologis yang menyetapkan riset sebagai tugas menyingkapkan struktur
objek-objek ini dikembangkan olerh para ahli humaniora. Struktualisme
berkembang pada abad 20, muncul sebagai reaksi terhadap evolusionisme positivis
dengan menggunakan metode-metode riset struktural yang dihasilkan oleh
matematika, fisika dan ilmu-ilmu lain.
7. POSTMODERNISME
Postmodernisme adalah faham yang
berkembang setelah era modern dengan modernisme-nya. Postmodernisme bukanlah
faham tunggal sebuat teori, namun justru menghargai teori-teori yang bertebaran
dan sulit dicari titik temu yang tunggal. Banyak tokoh-tokoh yang memberikan
arti postmodernisme sebagai kelanjutan dari modernisme. Namun kelanjutan itu
menjadi sangat beragam. Bagi Lyotard dan Geldner, modernisme adalah pemutusan
secara total dari modernisme. Bagi Derrida, Foucault dan Baudrillard, bentuk
radikal dari kemodernan yang akhirnya bunuh diri karena sulit menyeragamkan
teori-teori. Bagi David Graffin, Postmodernisme adalah koreksi beberapa aspek
dari moderinisme. Lalu bagi Giddens, itu adalah bentuk modernisme yang sudah
sadar diri dan menjadi bijak. Yang terakhir, bagi Habermas, merupakan satu
tahap dari modernisme yang belum selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar